Minggu, 14 Mei 2017

30 Tahun Andy Wiyanto: Refleksi Pemikiran Bung Andy tentang Negara dan Hukum

Menerbitkan buku dalam rangka ulang tahun tidak harus menunggu usia senja. Apalagi menanti gelar paripurna “Guru Besar”. Bagi Penulis, siapapun layak untuk menerbitkan buku saat menyambut hari kelahirannya. Itu jauh lebih baik dari pada merayakannya dalam bentuk yang lain. Melampaui itu semua, Penulis memang “nekat” untuk menerbitkan buku ini.

Selengkapnya, dapat dibaca dalam “30 Tahun Andy Wiyanto: Refleksi Pemikiran Bung Andy tentang Negara dan Hukum” sebagai berikut:
Download: 30 Tahun Andy Wiyanto: Refleksi Pemikiran Bung Andy tentang Negara dan Hukum.pdf

Selasa, 01 Desember 2015

Kekuasaan Membentuk Undang-Undang dalam Sistem Pemerintahan Presidensial setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 – Jurnal Negara Hukum; Vol. 6 No. 2, November 2015

Perubahan UUD 1945 membawa pergeseran paradigma hubungan antar lembaga negara di Indonesia. Termasuk pembagian kekuasaan dalam membentuk undang-undang setelah perubahan UUD 1945 juga mengalami perubahan secara signifikan. Namun pergeseran kekuasaan tersebut, bukan berarti tanpa kelemahan konseptual. Pendulum kekuasaan yang tadinya dominan eksekutif, kini menjadi dominan DPR. Gagasan untuk membatasi kekuasaan tersebut, ternyata belum mampu diaplikasikan dalam sebuah norma. Selain karena Presiden masih secara aktif memiliki kekuasaan dalam membentuk undang-undang, kekuasaan membentuk undang-undang yang dimiliki DPD juga minimalis. Secara konseptual dalam sistem pemerintahan presidensil, kekuasaan membentuk undang-undang haruslah ditempatkan sebagai kekuasaan yang dimiliki legislatif. Sehingga terdapat pembagian kekuasaan yang seimbang dalam lembaga legislatif, yaitu DPR dan DPD. Sedangkan kedudukan Presiden dalam kekuasaan membentuk undang-undang haruslah ditempatkan sebagai pengejawantahan atas prinsip checks and balances. Oleh karena itu, pembagian kekuasaan untuk membentuk undang-undang masih harus diperlukan penyempurnaan. Tulisan ini berusaha untuk menjawab tantangan tesebut dan berupaya untuk bagaimana menggagas format yang lebih baik lagi kedepannya.

Selengkapnya, dapat dibaca dalam “Kekuasaan Membentuk Undang-Undang dalam Sistem Pemerintahan Presidensial setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945” pada Jurnal Negara Hukum berikut:
Download: Kekuasaan Membentuk Undang-Undang dalam Sistem Pemerintahan Presidensial setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 – Jurnal Negara Hukum; Vol. 6 No. 2, November 2015.pdf

Rabu, 01 Juli 2015

Majalah Konstitusi No. 100, Edisi Juni 2015 – Validitas Antropologis Yurisprudensi

Yurisprudensi dapat dilihat dari perspektif antropologi. Sama seperti hukum pada umumnya, jika yurisprudensi dipandang an sich hanya sebatas persoalan hukum; maka akan menciptakan suatu tatanan yang kering dan dangkal! Bagaimana dasar keberlakuan yurisprudensi secara antropologis? Temukan pengantarnya dalam “Validitas Antropologis Yurisprudensi” pada kolom opini Majalah Konstitusi yang dapat diunduh disini:

Selasa, 06 Januari 2015

TUHAN YANG MAHA ESA DAN KETUHANAN

BAB I
PENDAHULUAN

Konsepsi tentang ketuhanan yang maha esa menurut aqidah Islam disebut dengan tauhid. Ilmunya adalah ilmu tauhid yaitu ilmu yang membicarakan kemaha esaan Tuhan. Dalam ilmu tauhid dibicarakan tentang sifat-sifat, nama-nama dan Perbuatan Allah atau dengan istilah bahasa arab sifat, asma dan af'al Allah, dari himpunan ketiga unsur ini ada didalamnya zat wajibul wujud (wajib adanya) yaitu Allah SWT  artinya zat Allah SWT mempunyai sifat, asma dan af’al dan setiap ada sifat, asma dan af’al maka pasti ada yang memilikinya yaitu zat Allah SWT.[1] Mengenai kemaha esaan Allah SWT ini telah digambarkan dalam sebuah Surah Al Ikhlas ayat 1 yang berbunyi “Katakanlah: Dia-lah Allah, yang Maha Esa.” Begitu pentingnya konsepsi ini, sehingga dianut oleh Pancasila yang oleh Soekarno disebut sebagai Philosofische grondslag. Yaitu sebagai fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya yang diatasnya akan didirikan bangunan negara Indonesia. Soekarno juga menyebutnya dengan istilah Weltanschauung atau pandangan hidup. Pancasila adalah lima dasar atau lima asas.[2]

Jumat, 24 Januari 2014

HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Resume Perkuliahan Dr. Patrialis Akbar, SH. MH.

Oleh:
Andy Wiyanto


Kuliah Tertanggal 19 Oktober 2013
Berdasalkan kuliah perdana ini, terdapat hal-hal penting yang dicatat, yaitu:
1.    Perihal Hakikat Hak Asasi Manusia;
Hak asasi manusia melekat pada diri sendiri. Karena hak asasi manusia merujuk pada hak-hak dasar manusia yang melekat pada diri manusia sejak dilahirkan sampai mati. Oleh karena itu hak asasi manusia antara satu individu dengan individu lainnya erat hubungannya dan saling terkait. Sebab nomenklatur hak selalu melekat dengan kewajiban laksana dua sisi dalam uang.

MENIMBANG PERPPU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Oleh: Andy WIyanto


A.  Pendahuluan
Dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945)[1] baik sebelum maupun setelah perubahan,[2] rumusan Pasal 22 Ayat (1), (2) dan (3) menggariskan bahwa dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang (perppu). Kemudian perppu tersebut harus mendapat persetujuan DPR dalam masa persidangan yang berikutnya. Dan jika tidak mendapatkan persetujuan DPR, maka perppu itu harus dicabut. Dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan bahwa Pasal 22 Ayat (1), (2) dan (3) berisi mengenai noodverordeningsrecht Presiden. Yang mana aturan ini memang perlu diadakan agar supaya keselamatan negara dapat dijamin oleh pemerintah dalam keadaan yang genting, yang memaksa pemerintah untuk bertindak lekas dan tepat. Meskipun demikian, pemerintah tidak akan terlepas dari pengawasan DPR. Oleh karena itu, peraturan pemerintah dalam pasal ini, yang kekuatannya sama dengan undang-undang harus disahkan pula oleh DPR.

Selasa, 31 Desember 2013

PEMBAGIAN KEKUASAAN DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG SETELAH PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

Oleh: Andy Wiyanto
A.  Pendahuluan
Pembaharuan hukum tata Negara sebagai refleksi atas kebutuhan dalam hukum tata Negara yang dinamis menjadi suatu keniscayaan. Urgensi pembaharuan hukum tata Negara menjadi nyata ada dalam studi mahasiswa hukum strata dua yang memang direncanakan lulusannya sebagai arsitek dalam Negara hukum Indonesia. Sebagai sebuah studi, Pembaharuan Hukum Tata Negara telah berhasil mendobrak kemapanan yang seakan ada dalam Hukum Tata Negara Indonesia, berdasarkan studi sebelumnya pada tingkat strata satu. Upaya pembentukan paradigma baru ini bukan tanpa sebab; meminjam istilah Rantawan Djanim dalam perkuliahan, para Sarjana Hukum khususnya di Indonesia memang didesain sebagai seorang “tukang hukum”.

Jumat, 21 Juni 2013

PERBANDINGAN ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT HUKUM


Oleh: Andy Wiyanto

A.  PENDAHULUAN
Pembahasan tentang aliran-aliran dalam filsafat hukum merupakan inti dari mata kuliah Filsafat Hukum. Dengan mengetahui pokok-pokok aliran-aliran tersebut, sekaligus juga dapat diamati berbagai corak pemikiran tentang hukum.  Dengan demikian, sadarlah kita betapa kompleksnya hukum itu dengan berbagai sudut pandangnya. Hukum dapat diartikan macam-macam, demikian juga tujuan hukum. Setiap aliran berangkat dari argumentasinya sendiri. Akhirnya, pemahaman terhadap aliran-aliran tersebut akan membuat wawasan kita makin kaya dan terbuka dalam memandang hukum dan masalah-masalahnya. Berikut merupakan aliran-aliran dalam filsafat hukum menurut Darji Darmodiharjo dan Shidarta sebagaimana telah dijelaskan dalam tugas sebelumnya:

Rabu, 01 Mei 2013

PENGARUH GLOBALISASI PENDIDIKAN HUKUM TERHADAP PERUBAHAN UUD 1945 DALAM ASPEK CHECKS AND BALANCES ANTARA LEMBAGA NEGARA

Oleh: Andy Wiyanto

     A.  PENDAHULUAN
Manusia ingin diikat dalam sebuah ikatan, yang kemudian ikatan itu dibuatnya sendiri. Akan tetapi pada sisi yang sebaliknya, manusia juga berusaha untuk lepas dari ikatan tersebut manakala hal itu dirasa sudah tidak lagi sesuai dengan kebutuhannya. Historiografi umat manusia telah meninggalkan jejak-jejak yang demikian, yaitu membangun dan mematuhi hukum dan merobohkan hukum. Sejarah hukum dipenuhi catatan akan usaha umat manusia dalam menemukan tatanan yang ideal bagi zamannya.[1]

Sabtu, 23 Februari 2013

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLITIK HUKUM DALAM SUATU PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG

Oleh: Andy Wiyanto

Dalam pembentukan suatu norma hukum, termasuk di dalamnya adalah undang-undang dapat berlaku beberapa faktor yang dapat merumuskan politik hukum di dalamya, yaitu:

Kamis, 21 Februari 2013

HUBUNGAN POLITIK HUKUM DENGAN KONSTITUSI

Oleh: Andy Wiyanto

Untuk dapat membaca hubungan antara politik hukum dengan konstitusi, terlebih dahulu haruslah dipahami tentang definisi politik hukum dan konstitusi. Sehingga kemudian berdasarkan dua variable tersebut dapat ditarik korelasinya.
Dibawah ini ada beberapa definisi yang akan disampaikan oleh beberapa ahli tentang politik hukum:

Selasa, 04 Desember 2012

Civil Procedure


From Wikipedia, the free encyclopedia

Civil procedure is the body of law that sets out the rules and standards that courts follow when adjudicating civil lawsuits (as opposed to procedures in criminal law matters). These rules govern how a lawsuit or case may be commenced, what kind of service of process (if any) is required, the types of pleadings or statements of case, motions or applications, and orders allowed in civil cases, the timing and manner of depositions and discovery or disclosure, the conduct of trials, the process for judgment, various available remedies, and how the courts and clerks must function.

Selasa, 20 November 2012

Konsep dan Kebijakan Pendidikan dalam Perspektif Islam


Prof. Dr. Abdul Malik Fadjar (lahir di Yogyakarta, Hindia Belanda (kini Indonesia), 22 Februari 1939) adalah Menteri Pendidikan Nasional pada Kabinet Gotong Royong pada Tahun 2001-2004. Sebelumnya pada Tahun 1998-1999 juga menjadi Menteri Agama Kabinet Reformasi Pembangunan. Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini adalah lulusan tahun 1972 dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Malang.

Berikut Pandangan Beliau tentang Konsep dan Kebijakan Pendidikan dalam Perspektif Islam:

A Theorie of Legal Doctrine


Aleksander Peczenik

Born in Kraków, Poland 1937.
Professor of Legal Argumentation and Rhetoric, Szczecin University, Poland
Professor Emeritus of Jurisprudence and
former Samuel Pufendorf Research Professor,
Lund University, Sweden
ap@ivr2003.net; apeczenik@minmail.net
President of International Association for Philosophy of Law and Social Philosophy (IVR)





Berikut artikel beliau dengan judul "A Theorie of Legal Doctrine" dalam Jurnal Internasional "Ratio Juris, Vol. 14 No. 1 Maret 2001":

Selasa, 13 November 2012

Teori Hukum


Oleh: Dr. Chairul Huda, SH., MH.

Arti Teori
Kata “teori” digunakan dalam banyak arti. Sebenarnya pengertian teori, seperti yang digunakan oleh bangsa Yunani, secara umum merupakan  suatu sikap dan pandangan terhadap kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, mencapai sesuatu yang bersifat pengetahuan yang berada di atas dari kenyataan-kenyataan praktis itu, dan lebih dalam lagi  secara langsung dan lebih dalam pula mendesak masuk ke dalam kenyataan-kenyataan tersebut dengan memperhatikan hal-hal yang terlihat dan telah ada.

Teori adalah suatu karya kreatif yang telah menciptakan kembali kenyataan-kenyataan itu dalam keseluruhan yang bersifat dimengerti sehingga orang pun mendapat suatu gambaran mengenai kenyataan-kenyataan pengalaman yang bertebaran itu.

Sabtu, 27 Oktober 2012

Introduction to Legal Theory


CHAPTER I

GENERAL INTRODUCTION

Jurisprudence and Legal Theory
It is easier to say what jurisprudence is not, than to say what it is.  The definition of any area of study is useful only insofar as it illuminates and does not constrict. It is always tempting to ask for definition of areas of law or legal study. Attempts to meet the demand may, however, be at best misguided and at worst positively misleading.

Among the many dangers inherent in the search for definitions, two are particularly relevant to the present study. First, definition may precede adequate knowledge of the subject-matter sought to be defined, and misconception may be formed at the outset. Second, and just as serious, the definition presented may in turn lead to the imposition on the matter defined of artificial limits not corresponding to practical necessity and reality.

Definisi Sosiologi Hukum

Beberapa ahli memberikan definisi mengenai sosiologi hukum dalam berbagai pengertian, diantaranya adalah sebagai berikut:
Ø Soerjono Soekanto: Suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris yang menganalisis atau mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya.
Ø Satjipto Rahadjo: Sosiologi hukum adalah pengetahuan hukum pada pola perilaku masyarakat dalam konteks sosialnya.
Ø Otje Salman: Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.
Ø H.L.A. Hart: Suatu konsep tentang hukum yang mengandung unsur-unsur kekuasaan yang terpusatkan kepada kewajiban tertentu didalam gejala hukum yang tampak dari kehidupan bermasyarakat. Menurut Hart, inti dari suatu sistem hukum terletak pada kesatuan antara aturan utama (primary rules) dan aturan tambahan (secondary rules).

Sosiologi Hukum

Kamis, 01 Juli 2010

Jurnal Konstitusi; Volume 7 Nomor 3, Juni 2010 – Pertanggungjawaban Presiden dan Mahkamah Konstitusi

Dalam sistem pemerintaran presidensil terlebih dengan sistem pemilihan umum secara langsung, Presiden memiliki legitimasi yang kuat. Dengan legitimasi yang kuat tersebut, jalannya pemerintahan akan stabil. Karena porsi yang besar itu, maka harus dibuat mekanisme saling mengimbangi dan mengawasi antar lembaga negara, utamanya lembaga kepresidenan. Untuk itulah ada mekanisme pertanggungjawaban Presiden yang merupakan pertanda adanya penyeimbang kekuatan antara lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif dan yudikatif.

Pertanggungjawaban Presiden dalam hal ini adalah proses pemberhentian presiden kini tidak lagi merupakan mekanisme politik murni yang sarat dengan adagium “siapa yang kuat dia yang menang”. Mekanisme pemberhentian Presiden ditengah masa jabatannya kini harus diimbangi dengan mekanisme hukum. Sehingga dalam memberhentikan Presiden, Mahkamah Konstitusi dengan putusannya berfungsi sebagai landasan hukum dalam pemberhentian Presiden.

Selengkapnya, dapat dibaca dalam “Pertanggungjawaban Presiden dan Mahkamah Konstitusi” pada Jurnal Konstitusi berikut:
Download: Jurnal Konstitusi; Volume 7 Nomor 3, Juni 2010.pdf