Selasa, 13 November 2012

Teori Hukum


Oleh: Dr. Chairul Huda, SH., MH.

Arti Teori
Kata “teori” digunakan dalam banyak arti. Sebenarnya pengertian teori, seperti yang digunakan oleh bangsa Yunani, secara umum merupakan  suatu sikap dan pandangan terhadap kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, mencapai sesuatu yang bersifat pengetahuan yang berada di atas dari kenyataan-kenyataan praktis itu, dan lebih dalam lagi  secara langsung dan lebih dalam pula mendesak masuk ke dalam kenyataan-kenyataan tersebut dengan memperhatikan hal-hal yang terlihat dan telah ada.

Teori adalah suatu karya kreatif yang telah menciptakan kembali kenyataan-kenyataan itu dalam keseluruhan yang bersifat dimengerti sehingga orang pun mendapat suatu gambaran mengenai kenyataan-kenyataan pengalaman yang bertebaran itu.

Syarat Teori
ala Malcolm Waters
1.    Pernyataan itu harus abstrak
2.    Pernyataan itu harus tematis
3.    Pernyataan itu harus konsisten secara logika
4.    Pernyataan itu harus dijelaskan
5.    Pernyataan itu harus umum pada prinsipnya
6.    Pernyataan itu harus independen
7.    Pernyataan secara substantif harus valid

Tiga Tipe Teori
1. Teori Formal. Mencoba menghasilkan suatu skema konsep dan pernyataan dalam masyarakat atau interaksi keseluruhan manusia yang dapat dijelaskan. Berusaha menciptakan agenda keseluruhan untuk praktek teoretis masa depan terhadap klaim paradigma yang berlawanan. Atau juga berusaha mempunyai karakter yang fondasional, yaitu mencoba untuk mengidentifikasi seperangkat prinsip tunggal yang merupakan landasan puncak untuk kehidupan dan bagaimana semuanya dapat diterangkan.
2.  Teori Substantif.  Teori ini mencoba untuk tidak menjelaskan  secara keseluruhan  tetapi lebih kepada menjelaskan  hal-hal khusus, misalnya: hak pekerja, dominasi politik, perilaku menyimpang.
3. Teori Positivistik. Teori ini mencoba untuk menjelaskan hubungan empiris antara variabel dengan menunjukkan bahwa variabel-variabel itu dapat disimpulkan dari pernyataan-pernyataan teoritis yang lebih abstrak.

Kegunaan Teori
1.    Menjelaskan (Teori Hukum dilaksanakan dengan cara menafsirkan sesuatu arti/pengertian, sesuatu syarat atau unsur sahnya suatu peristiwa hukum, dan hirarkhi kekuatan peraturan hukum)
2.    Menilai (Teori Hukum digunakan untuk menilai suatu peristiwa hukum)
3.    Memprediksi (Teori  Hukum digunakan untuk membuat perkiraan tentang sesuatu yang akan terjadi)

Kegunaan Teori dalam Penelitian
1.  Teori berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.
2. Teori berguna mengembangkan sistim klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi.
3. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang diteliti.
4.  Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui  sebab-sebab terjadinya  fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.
5.   Teori memberikan  petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.

Teori  Ilmu Hukum
Ilmu atau disiplin hukum yang dalam perspektif interdisipliner dan eksternal secara kritis menganalisis berbagai aspek gejala hukum, baik tersendiri maupun dalam kaitan keseluruhan, baik dalam konsepsi teoritisnya maupun dalam kaitan keseluruhan, baik dalam konsepsi teoretisnya  maupun dalam pengejawantahan praktisnya, dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik  dan memberikan penjelasan sejernih  mungkin tentang  bahan hukum yang tersaji dan kegiatan yuridis dalam kenyataan kemasyarakatan.
(Teori Ilmu Hukum: Teori Hukum, Hukum dan Logika, Metodologi)

Peristilahan
1.  Berasal dari istilah legal theory, yurisprudence, rechtstheory (abad 19). Diawali minat fh mengalami kelesuan karena terlalu abstrak & spekulatif. Dh terlalu kongkret dan terikat ruang dan waktu.
2. Dilatari dengan keberadaan disiplin ilmiah tentang hukum memunculkan the challenge of synthesis (selznick-nonet) = sistematikal-metodikal-rasional=interdisipliner.
3.  Pokok telaah: a) analisis pengertian hukum,  pengertian & struktur sistem  hukum, sifat dan struktur kaidah hukum atau asas hukum; b) metode penerapan hukum; c)epistomologi _okum; d) kritik terhadap kaidah hukum positif.
4. Tugas teori hukum (radbruch): membikin jelas nilai-nilai serta postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosifisnya yang tertinggi.

Pengertian Teori Hukum
Kata “Teori Hukum” kerapkali digunakan oleh berbagai kalangan hukum, seolah-olah telah cukup jelas makna dan batas-batasnya. Seringkali teori hukum dan filsafat hukum dipakai untuk hal yang sama sebagai sinonim.

Sebenarnya teori hukum sangat dekat hubungan dengan praktek hukum karena baik teoritikus maupun praktikus berhadapan pada persoalan yang sama, yaitu hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.

Teori hukum melihat hukum bukan dalam konsepsi falsafah dan bukan sebagai sesuatu yang abstrak, melainkan hukum dalam arti konkrit menurut waktu dan tempat, serta  sistem hukum tertentu, subyek-subyek tertentu dan lain sebagainya.

Teori hukum mencari keterangan-keterangan untuk hukum dilihat dari perspektif faktor-faktor non yuridis yang ada dalam masyarakat tertentu, dan untuk itu digunakan metode multi interdisipliner.

Teori hukum melihat hukum yang berlaku dari sudut pandang dan situasi ahli hukum, yaitu mereka yang sehari-hari berurusan dengan undang-undang, perikatan dan perjanjian-perjanjian, kebiasaan-kebiasaan, serta aktivitas pengadilan. Dengan demikian, teori hukum adalah pandangan “orang dalam”, dan inilah yang membedakannya dengan filsafat hukum, sosiologi hukum, ekonomi hukum, sejarah hukum, psikologi hukum dan lain sebagainya.

Tujuan Teori Hukum
Teori hukum mempelajari hukum dengan masud adanya pandangan yang lebih baik dan terutama lagi lebih mendasar mengenai hukum itu sendiri, untuk kepentingan hukum dan bukan untuk kepentingan hubungan kemasyarakatan, atau aturan-aturan praktis yang diikuti masyarakat, atau reaksi-reaksi psikologis dari masyarakat terhadap hukum.

Teori hukum adalah cabang ilmu hukum dan bukan cabang ilmu pembantu lainnya, seperti filsafat, sosiologi ekonomi, sejarah, psikologi dan lain sebagainya.

Hasil kajian teoretis tentang hukum ini sangat penting bagi tata hukum yang dijelaskannya dan mempunyai kontribusi bagi pemecahan masalah-masalah yang ditimbulkan tata hukum tersebut.

Sejarah Perkembangan Teori Hukum
Pembentukan teori hukum berawal dari suatu disiplin yang dikenal dengan dogmatik hukum. Hal ini dapat pula disebut sebagai daerah kerja ajaran hukum. Pada abad kesembilan belas, lahir suatu disiplin hukum yang bersifat positif-ilmiah, yang berbeda dengan filsafat hukum yang abstrak, tetapi murni teknis.  Dalam hal ini coba dirumuskan penguraian ilmiah dari ciri-ciri hakekat hukum positif, dan tertib hukum positif, sebagai suatu hal yang sama bagi setiap stelsel hukum.

Dapat disaksikan dalam lintasan sejarah betapa berpengaruhnya ajaran hukum umum (allgemeine rechtslehre atau general jurisprudence atau theorie genele du droit). Dalam hal ini obyek yang dikaji adalah asas-asas, pengertian-pengertian, perbedaan-perbedaan,  yang dianggap  bersifat umum ada pada setiap tertib hukum serta mutlak menjadi bagian setiap sistem hukum.

Peletak dasar dogmatik hukum adalah seperti John Austin (Inggris), Adolf Merkel, Karl Bergbohm, Ernst Rudolf Bierling , dan Rudolf Stamler (Jerman) dan Felix Somlo (Cechnya).

1.    Sejarah
Perkembangan dokmatika hukum yang mengarah pada pertumbuhan teori hukum berpangkal tolak pada: Pertama, keinginan untuk membentuk suatu disiplin keilmuan yang bersifat positif dan baru untuk dikembangkan, lebih teoretis daripada sekedar dogmatik, tetapi lebih konkrit dan praktis daripada falsafah.

Kedua, objek utamanya adalah meneliti struktur dasar, asas-asas dasar, dan pengertian-pengertian dasar yang dapat ditemukan kembali dalam setiap stelsel hukum, sehingga meneliti apa yang merupakan hal-hal yang bersifat sama dari semua sistem hukum, dan bukanlah hal-hal yang seharusnya sama pada semua sistem hukum.

Ketiga, ajaran hukum dipandang perlu dikembangkan sehingga secara metodologis lebih dapat dipertanggungjawabkan tentang fenomena hukum dan menganalisis hal itu dan dengan demikian didapat kesimpulan nyata yang bersifat ilmu pengetahuan. Hasil kajian teori hukum harus terbebas dari penilaian pribadi atau pangkal tolak normatif pengkajinya, sehingga metodanya harus bersifat keilmuan positif, bebas nilai, serta harus memberikan gambaran yang lebih baik mengenai hakekat dan gejala hukum.

2.    Perkembangan
Kesinambungan ajaran hukum dan teori hukum pada abad keduapuluh ditandai oleh dua hal: Pertama, teori hukum sebagai penerus ajaran hukum umum dengan sempurna mendapatkan tempat sebagai disiplin yang berdiri sendiri diantara dogmatika hukum dan filsafat hukum; Kedua,  teori hukum merupakan ilmu pengetahuan yang  bebas nilai dan tidak normatif;

Dengan demikian, penelitian isi dari aturan-aturan hukum dan pengertian-pengertian hukum sebagai objek penelitian yang khas dari ajaran hukum umum berevolusi kearah penelitian mengenai struktur dan fungsi norma hukum dan sistem hukum sebagai tema utama yang terpenting dari teori hukum;

Hans Kelsen (Jerman), Leon Duguit dan Francois Weyr (Perancis) sebagai tokoh-tokoh peletak dasar Teori Hukum.

3.    Ruang Lingkup Teori Hukum
Ruang lingkup pengkajian teori hukum, dapat didekati dengan dua cara, yaitu: secara ekstern dan intern.

Pembatasan ekstern dengan jalan menempatkan teori hukum dalam keseluruhan disiplin yang mempunyai objeknya adalah hukum, sedangkan pembatasan intern dengan menggambarkan objek, metoda dan daerah penelitian dari teori hukum.

Pembatasan demikian, sangat diperlukan untuk memastikan apakah sebenarnya yang dalam ilmu hukum itu dipandang sebagai “teori”,  dan kemudian mendudukan fungsinya dalam kerangka ilmu pengetahuan pada umumnya, seperti layaknya  bidang ilmu eksakta ataupun ilmu sosial lainnya.

4.    Ekstern
Cukup banyak disiplin ilmu yang objek kajiannya adalah hukum, seperti filsafat hukum, sosiologi hukum, sejarah hukum, informatika hukum, ekonomi hukum dan lain sebagainya. Pada dasarnya disiplin-disiplin ini termasuk dalam bidang “filsafat”, “sosiologi”, “sejarah”, “informatika” ataupun “ekonomi”, yang dijuruskan kepada hukum.

Berbeda halnya dengan “teori hukum” dan “dogmatik hukum”, keduanya adalah  “ilmu hukum”. Keduanya tidak dapat dikembalikan lagi sampai kepada suatu disiplin ilmu pengetahuan yang lebih bersifat umum. Keduanya tidak mempunyai “disiplin saudara”, seperti misalnya sejarah hukum dengan sejarah kebudayaan, filsafat hukum dengan filsafat moral, ekonomi hukum dengan ekonomi bahasa, dan lain sebagainya.

Teori Hukum dan Dogmatika Hukum
Dogmatik hukum atau disebut juga ajaran hukum memperhatikan hukum positif dengan menguraikan, mengsistemkan, serta dalam arti tertentu juga menjelaskannya, bukan suatu ilmu pengetahuan yang “netral” atau “bebas nilai”. Hal ini dikarenakan tidak dapat dihindarkan hal yang bersifat subjektif dari dogmatikus hukum yang ada padanya, sehingga mengambil posisi tertentu berhubungan hal yang dipermasalahkan.

Misalnya, dalam ajaran hukum para ahli bukan saja mengatakan bagaimana hukum itu dapat ditafsirkan, tetapi juga bagaimana hukum itu harus ditafsirkan. Dogmatika hukum mempunyai bagian terpenting yang bersifat deskriptif tetapi juga perspektif.

Penulisan hukum dan mengemukakan hukum positif dalam ajaran hukum terlihat bukan suatu sikap yang pasif dari ahli hukum, tetapi sebagai besar merupakan sumbangan aktif dari ahli hukum tersebut dan juga dengan suatu cara yang sangat terbuka.

Misalnya, dalam sistematisasi hukum para dogmatikus telah melukiskan struktur besar dari hukum, struktur dasar lembaga-lembaga hukum, seperti lembaga perwakilan dan lembaga badan hukum, dan  karenanya pengertian yang dibangunnya didasarkan pada semangat kreatif dengan daya imajinasinya.

Dogmatik hukum mempunyai sudut pandang yang bersifat normatif, yang bersifat intern yuridis atau ekstra yuridis, yang dengannya dapat dipertahankan suatu pendirian tertentu atas dasar argumen-argumen yuridis.

Misalnya, suatu undang-undang secara diam-diam harus dipandang tidak berlaku oleh karena bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang yang lebih kemudian adanya, atas dasar alasan teknis lex posterior derogat legi priori (intern yuridis). Berkenaan dengan konstruksi penyalahgunaan wewenang didalam hukum, yang secara formal undang-undang merupakan suatu hal yang sempurna, ditentang oleh ajaran hukum karena hal itu didukung oleh pendapat mengenai tindakan immoral (ekstra yuridis).

Teori Hukum adalah teori meta dari dogmatika hukum,  dengan demikian jika dogmatika hukum melihat hukum dari sudut teknis, maka teori hukum pertama-tama adalah suatu refleksi terhadap teknik hukum itu. Dengan kata lain, dokgmatikus berbicara tentang hukum maka teori hukum berbicara mengenai cara bagaimana dogmatikus tersebut berbicara tentang hukum.

Misalnya, dalam penafsiran hukum teori hukum akan mempertanyakan mengenai hal dapat digunakannya teknik-teknik penafsiran tertentu, dan  hal pemikiran mengenai penafsiran yang bersifat logis serta memaksa itu.

Ahli hukum teori tidak menghiraukan cara penyelesaian hukum manakah yang paling diharapkan, bahkan mengenyampingkan mengenai penyelesaian itu, tetapi lebih memperhatikan apakah menempatkan cara pemikiran dogmatik hukum, dan instrumentarium mengenai pengertian hukum , mengenai teknik penafsiran, mengenai ukuran berlakunya aturan-aturan hukum yang digunakan untuk memecahkan masalah hukum tersebut.

Teori Hukum bukan hanya menjadikan dogmatika hukum sebagai sasaran kajiannya, tetapi juga tetapi juga bersifat teori murni, karena mengkaji sifat dari norma hukum, definisi dari hukum, mengenai hubungan antara hukum dan moral dan lain sebagainya. Perbedaannya, dengan hal serupa dalam kajian filsafat hukum adalah bahwa dalam teori hukum berkenaan dengan hukum positif dan berhenti sampai mengkaji hukum dengan “sifat-sifatnya yang umum” tersebut terlepas dari aturan hukum yang konkrit dan sistem hukum yang konkrit pula.

Teori hukum dalam setiap penelitiannya mempunyai tujuan mengadakan pengujian beberapa hipotesis tertentu yang dijadikan pangkal pandang sampai pembentukan teori.

Teori Hukum dan Filsafat Hukum
Fungsi filsafat hukum adalah ajaran nilai dari teori hukum. Pemikiran filsafat hukum yang spekulatif, dijadikan pangkal tolak dalam mengkaji suatu suatu sistem hukum yang konkrit, sehingga diperoleh hasil yang lebih kuat karena dengan menggunakan pendekatan yang bersifat positif keilmuan.

Dengan demikian, teori hukum adalah pendekatan empiris terhadap nilai,  norma, ideologi, yang tidak dapat didekati secara positif keilmuan oleh filsafat hukum. Filsafat hukum adalah disiplin meta sedangkan teori hukum disiplin objek dari hukum.

Metoda Teori Hukum
Teori hukum adalah ajaran keilmuan tentang hukum dan kritik ideologi tentang hukum; Teori hukum sebagai ajaran keilmuan tentang hukum mengkaji pertanyaan tentang watak keilmuan dari dogmatika hukum. Teori hukum menempatkan hukum sebagai ilmu pengetahuan, sekalipun menurut pengertian yang berbada daripada pengertian ilmu pengetahuan yang klasik (eksakta).

Teori hukum sebagai kritik ideologi tentang hukum membatasi diri sampai kepada suatu analisis tentang hukum tentang konstruksi dogmatik hukum, untuk menunjuk kepada unsur-unsur yang berisikan nilai-nilai dan atau berisikan norma-norma, dan dengan demikian menunjukkan suatu keterikatan ideologis.

Berdasarkan hal ini metode teori hukum menunjuk kepada pendekatan interdisipliner, untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik tentang fenomena hukum dan mencari keterangan yang lebih baik yang dapat menjelaskan gejala-gejala tersebut.

Teori Hukum Analitis dan Kritis
Teori analitis menolak pendekatan global tentang hukum, melainkan menempatkannya sebagai teori empiris analitis, sehingga sebagian besar terbatas hanya sampai kepada analisis struktur yang logis dari hukum. Dengan demikian, analisis bersifat bahasa dan logika mengenai pengertian-pengertian dan naskah naskah hukum.

Teori kritis menegaskan bahwa teori hukum dapat merupakan  bentuk dari suatu teori global mengenai hukum, dimana juga dogmatik hukum, sosiologi hukum, dan filsafat hukum dimasukkan. Dengan demikian, teori hukum dapat dan harus memenuhi fungsinya yang kritis terhadap hukum positif, yang bersandar pada teori-teori yang sebagian besar mengacu pada pengalaman-pengalaman dan pandangan-pandangan yang tidak atau tidak dapat diverifikasi secara empiris. Hukum positif harus ditempatkan dalam norma-norma atau nilai-nilai lain sejauh nilai-nilai dan norma-norma ini dapat ditempatkan dalam teori yang terbukti di banyak hal.

Teori Hukum Normatif dan Empiris
Teori Hukum Empiris berfungsi melukiskan, sehingga bersifat deskriptif atau eksplikatif dari hukum, sedangkan Teori hukum normatif bersifat perspektif atau bahkan lebih bersifat kritis.

Teori hukum seharusnya selalu metode kritis jika ingin ditempatkan sebagai ilmu pengetahuan. Kritik bukan saja dilakukan terhadap norma hukum, tetapi sikap kritis juga ditujukan terhadap praktek hukum (praktek kritis). Dengan demikian, teori hukum lebih kepada pendekatan yang sifatnya empiris.

***

2 komentar: