Jumat, 24 Januari 2014

HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Resume Perkuliahan Dr. Patrialis Akbar, SH. MH.

Oleh:
Andy Wiyanto


Kuliah Tertanggal 19 Oktober 2013
Berdasalkan kuliah perdana ini, terdapat hal-hal penting yang dicatat, yaitu:
1.    Perihal Hakikat Hak Asasi Manusia;
Hak asasi manusia melekat pada diri sendiri. Karena hak asasi manusia merujuk pada hak-hak dasar manusia yang melekat pada diri manusia sejak dilahirkan sampai mati. Oleh karena itu hak asasi manusia antara satu individu dengan individu lainnya erat hubungannya dan saling terkait. Sebab nomenklatur hak selalu melekat dengan kewajiban laksana dua sisi dalam uang.

2.    Makna beberapa frasa dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; yaitu:
a. “diatur dengan undang-undang”,          makna frasa ini adalah UUD NRI Tahun 1945 mengamanatkan undang-undang yang secara khusus dibuat untuk mengatur lebih lanjut hal yang melekat diatur dalam frasa ini dalam Pasal UUD NRI Tahun 1945.

b. “diatur dalam undang-undang”,           makna frasa ini adalah UUD NRI Tahun 1945 tidak mengamanatkan undang-undang yang secara khusus untuk dibuat, melainkan pengaturan lebih lanjut atas hal yang melekat dengan frasa ini dalam UUD NRI Tahun 1945 cukup dimasukkan ke dalam undang-undang tertentu atau beberapa undang-undang tertentu.

c. “ditetapkan dengan undang-undang”,  makna frasa ini adalah UUD NRI Tahun 1945 mengamanatkan undang-undang untuk menegaskan kembali hal yang melekat dengan frasa ini dalam UUD NRI Tahun 1945.

3.    Menurut Patrialis Akbar, Lembaga Negara adalah lembaga yang disebut di dalam UUD NRI Tahun 1945 serta bersifat independen dan permanen, yaitu:
a.    Majelis Permusyawaratan Rakyat;
b.    Dewan Perwakilan Rakyat;
c.    Dewan Perwakilan Daerah;
d.   Mahkamah Agung;
e.    Mahkamah Konstitusi;
f.     Komisi Yudisial;
g.    Presiden; dan
h.    Badan Pemeriksa Keuangan.

Kuliah Tertanggal 2 November 2013
Dalam perkuliahan ini membahas MPR secara kelembagaan, mulai dari sejarah berdirinya MPR hingga fungsi dari MPR, yaitu sebagai berikut:
1.    Mengubah dan Menetapkan undang-undang dasar;
2.    Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden;
3.    Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden
4.    Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan Presiden, ketika terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden; dan
5.    Memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik, yang dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sebelumnya meraih suara terbanyak pertama dan kedua.

Kuliah Tertanggal 30 November 2013
Dalam perkuliahan ini membahas DPR secara kelembagaan, dalam catatan perkuliahan yang perlu ditegaskan adalah mengenai fungsi, wewenang dan hak DPR, yaitu:
1.    Fungsi DPR, yaitu:
a.    Legislasi, yaitu fungsi untuk membentuk undang-undang, termasuk di dalamnya adalah membahas rancangan undang-undang dan menyetujuinya. Hal ini merupakan pergeseran fungsi legislasi bila dibandingkan dengan ketentuan UUD 1945 sebelum perubahan.

b.    Anggaran, yaitu membahas, memberikan pertimbangan dan menyetujui rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang diajukan oleh Presiden. Melekatnya fungsi ini karena APBN di dapat melalui pajak, sehingga hakikatnya merupakan uang rakyat. Oleh karena itu, DPR sebagai wakil rakyat diberikan kewenangan tersebut.

c.    Pengawasan, yaitu fungsi untuk menegakkan pelaksanaan undang-undang dan APBN yang dilakukan oleh Presiden.

2.    Wewenang DPR

3.    Hak DPR secara kelembagaan yaitu:
a.    Hak Interpelasi, yaitu hak DPR untuk bertanya kepada Presiden dan jajarannya, mengenai pelaksanaan undang-undang dan hal-hal lain yang dianggap perlu.

b.    Hak Angket, yaitu hak DPR untuk mengadakan penyelidikan berdasarkan hak interpelasi. Dalam penggunaan hak ini biasanya dibentuk panitia kecil (misalnya panitia khusus century) lintas fraksi dan/atau lintas komisi sesuai dengan hal yang akan diselidiki.

c.    Hak Menyatakan Pendapat, yaitu hak untuk menyatakan bahwa Presiden telah melakuan pelanggaran hukum sebagaimana dimaksud UUD NRI Tahun 1945, yang mana hak ini akan dimintakan kepada MK untuk memeriksa, mengadili dan memutus adanya pelanggaran hukum tersebut sebagai jembatan bagi pemakzulan Presiden.

Kuliah Tertanggal 7 Desember 2013
Perkuliahan terakhir pada Desember 2013 ini membahas tentang Lembaga Kepresidenan. Hal menarik yang menjadi pembahasan dalam perkuliahan ini terkait dengan adanya hak-hak Presiden sebagai Kepala Negara yang setelah perubahan UUD 1945 dicampuri oleh lembaga negara lainnya. Misalnya dalam Pasal 14 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 dirumuskan bahwa “Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.” Sebagaimana diketahui, amnesti dan abolisi adalah hak Presiden sebagai Kepala Negara untuk menghentikan proses pemeriksaan dan mengembalikan status orang yang diberikannya menjadi tidak bersalah, karenanya  hanya terbatas pada kasus-kasus politik (misalnya makar). Bedanya adalah, jika amnesti diberikan setelah adanya putusan pengadilan, dan dalam abolisi diberikan ketika proses persidangan di pengadilan masih berlangsung. Kuliah ini ditutup dengan tugas untuk menganalisa Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi.

Kuliah Tertanggal 4 Januari 2014
Dalam perkuliahan ini, diadakan diskusi mengenai tugas yang telah diberikan sebelumnya, yakni terkait dengan analisis terhadap Perppu Nomor 1 Tahun 2013. Dalam diskusi ini diutarakan beberapa poin pikiran yang telah dibuat dalam tugas tertulis sebelumnya oleh para peserta diskusi, yang pada pokoknya adalah seperti berikut:
1. Zamrud Zaid               : Mempersoalkan munculnya ketentuan syarat calon hakim konstitusi harus berhenti sebagai anggota partai politik selama minimal tujuh tahun. Sedangkan untuk anggota KPU dan KPUD saja hanya lima tahun.

2. Aditya Pratama           : (tidak ada catatan)

3. Sutian                          :       Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tidak nampak urgensinya, karena hanya berkurang satu orang hakim konstitusi yang membuat MK tetap dapat bekerja.

4. Iriena Heryati              : memberikan catatan bahwa:
a.  Materi muatan perppu harus sesuai dengan asas umum pembentukan undang-undang;
b.  Tidak tampak unsur kegentingan yang memaksa dalam Perppu ini;
c.  Apakah Pemilu 2014 dapat dijadikan alasan dari kegentingan yang memaksa? Terkait dengan kepercayaan masyarakat dalam penyelesaian PHPU hasil Pemilu 2014.

5. Nur Rohim                  : Dalam frasa kegentingan yang memaksa dapat diukur dengan adanya kebuntuan hukum. Juga ada pendapat bahwa perppu tidak dapat diuji materilkan di MK.

6. Wahib                          : Bahwa kegentingan yang memaksa dalam Perppu ini hanya didasari atas alasan sosiologis semata.

7. Ery Sunandar              : (tidak ada catatan)

8. Hasanudin Hidayat     : Memandang bahwa ketentuan Panel Ahli dalam Perppu adalah inkonstitusional.

9. Andy Wiyanto            : Menilai bahwa jika dicari original intent dari perumusan UUD NRI Tahun 1945, tidak ditemukan informasi yang memadai tentang maksud dari frasa kegentingan memaksa. Kemudian adanya perubahan syarat hakim dinilai sudah sesuai secara formal, karena perppu memang untuk mengubah undang-undang. Sedangkan mengenai mekanisme perekrutan hakim dalam Perppu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Dan menilai bahwa Perppu berusaha untuk memberikan tafsir ulang terhadap UUD NRI Tahun 1945 terkait dengan Majelis Kehormatan Hakim sebagai pengawas MK;  hal ini tentu tidak dapat dibenarkan secara konstitusional.
Menutup perkuliahan ini, Patrialis Akbar memberikan pencerahan dengan memberikan makna dari frasa kegentingan yang memaksa berdasarkan parameter-parameter sebagai berikut:
1.    Perppu mengatasi hambatan/masalah/persoalan di dalam penyelenggaraan negara yang membutuhkan landasan hukum atau telah terjadi kekosongan hukum;
2.    Atau ada aturan hukumnya namun belum jelas pengaturannya;
3.    Atau ada aturan namun satu sama lainnya kontradiktif; dan
4.    Bersifat sementara atau dalam jangka pendek untuk menyelesaikan masalah tersebut seketika itu juga; serta
5.    Tidak mengatur masalah Lembaga Negara yang merupakan wewenang MPR dengan kewenangannya untuk mengubah dan menetapkan undang-undang dasar.

Billahi fii sabilil haq, fastabiqul khairaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar